Cerita Anggota Tim Muhibah Angklung Selama di Eropa

Cerita Anggota Tim Muhibah Angklung Selama di Eropa
Ketua Tim Muhibah Angklung Paguyuban Pasundan, Maulana Muhammad Syuhada (kanan), konduktor tim, Irma Noerhaty (tengah), dan anggota tim, saat ditemui Tribun Jabar sekitaran Jalan Batik Tiga Negeri, Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Kamis malam (2/8/2018). 
 

BANDUNG, TRIBUNJABAR.ID – Anggota Tim Muhibah Angklung, Paguyuban Pasundan, Bandung membawa sejumlah cerita menarik saat pulang ke Indonesia.

Tim Muhibah Angklung, akhirnya pulang ke tanah air pada Selasa (31/7/2018) setelah melakukan perjalanan sekira satu bulan di Eropa untuk mengikuti tiga festival dan harus ngamen untuk menutupi kekurangan biaya.

 

Yohan Ferry (16), anggota tim yang berasal dari SMAN 20 Bandung, mengatakan, pengalaman yang paling berkesan adalah ketika dia mengikuti festival pertama di Aksehir, Turki pada 4-10 Juli 2018.

“Di sana dapat teman dari negara lain. Di sana kami bisa saling ngasih tahu keunikan negara masing-masing, kenalin tari masing-masing,” ujarnya saat ditemui Tribun Jabar sekitaran Jalan Batik Tiga Negeri, Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung, Kamis malam (2/8/2018).

Anggota yang sudah bergabung dengan Tim Muhibah Angklung sejak setahun yang lalu ini, mengatakan, dia memilih ikut ke Eropa karena ingin membanggakan orang tua dan mengenalkan budaya Indonesia di tingkat internasional.

Tim Muhibah Angklung, Paguyuban Pasundan saat
Tim Muhibah Angklung, Paguyuban Pasundan saat “ngamen” atau mengadakan konser jalanan di Postdam (Istimewa)

 

Dia juga tak keberatan saat tim harus ngamen atau mengadakan konser jalanan untuk menutupi kekurangan biaya.

“Enggak masalah ngamen, karena niat saya ke sana melestarikan budaya sendiri. Banyak pelajaran yang bisa diambil, kita tuh lebih dapat untuk bersatu. Rasa solidaritas makin nyatu, bisa belajar gimana cara ngelewatin masalah tanpa harus ribet, asal niat dari hati untuk menyelesaikannya,” ujar Yohan yang tinggal di kawasan Padasuka.

Anggota lainnya, Khoerunnisa Fiqriyah (18), mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) angkatan 2018, juga punya cerita menarik selama di Eropa.

Perempuan yang tinggal di sekitar Jalan Aceh ini pada saat berangkat ke Eropa masih harus merasakan cemas karena pengumuman tes masuk Unpad belum diumumkan.

“Saya bimbang mau ikut atau enggak. Nunggu pengumuman 3 Juli posisinya lagi di Eropa, jadi saya ke Eropa belum punya kampus. Amit-amitnya enggak keterima, masih di Eropa enggak keterima, nanti pas pulang pendaftaran kampus juga sudah pada tutup. Tapi alhamdulillah keterima akhirnya,” kata perempuan yang sudah bergabung dengan tim sejak setahun yang lalu ini.

Khoerunnisa juga mengaku tak keberatan saat tim harus ngamen.

Dia malah bangga ketika tim bisa tampil di dekat landmark-landmark kota besar di Eropa.

 

“Kalau dipikirkan logika enggak mungkin, tapi kalau percaya sama Tuhan, terus ikhtiar, semangat maksimal, otomatis akan ada jalannya,” kata Khoerunnisa.

Lulud Annisa (19), anggota tim yang berkuliah Telkom University angkatan 2017 juga mengatakan hal senada.

Dikatakannya, banyak pelajaran yang bisa diambil selama perjalanan di Eropa.

Dia mengaku bisa belajar lebih sabar karena perjalanan itu.

“Pertama kami harus sabar. Banyak banget cobaan dan drama. Tapi untung kami dilatih biar meredam itu semua,” katanya.

Diberitakan Tribun Jabar sebelumnya, tim angklung yang anggotanya berjumlah 36 dan rata-rata berusia 15-19 tahun itu melakukan perjalanan ke Eropa untuk mengikuti festival.

Tiga festival yang diikuti oleh Tim Muhibah Angklung adalah 59th International Folklore Festival of Nasreddin Hodja di Aksehir, Turkey, pada 4-10 Juli 2018.

Kemudian, 13th International Youth Festival of Arts (IYFA) “Muzite” di Sozopol, Bulgaria, pada 10-15 Juli 2018.

Terakhir, International Music and Folk-Dance festival “Summer in Visoko” in Visoko, di Sarajevo, Bosnia and Herzegovina, pada 20-25 Juli 2018.

Hebatnya, pada festival di Sozopol, Bulgaria, Tim Muhibah Angklung berhasil meraih juara umum dari seluruh kategori atau meraih Grand Prix.

Namun, Tim Muhibah Angklung terpaksa harus ngamen di sejumlah kota di Eropa, tinggal di KBRI, KJRI, atau rumah warga, dan mengandalkan donasi lantaran kekurangan biaya.

Sepekan sebelum berangkat, (tim berangkat pada 28 Juni 2018 ke Amsterdam, Belanda), pihak sponsor yang akan membiayai tim angklung itu menarik diri.

Padahal, dibutuhkan sekitar Rp 1,5 milyar selama tim beranggotakan 36 orang itu berada di Eropa dalam satu bulan, hingga kembali ke tanah air.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Cerita Anggota Tim Muhibah Angklung Selama di Eropa, http://jabar.tribunnews.com/2018/08/03/cerita-anggota-tim-muhibah-angklung-selama-di-eropa.
Penulis: Yongky Yulius
Editor: Theofilus Richard

3 Replies to “Cerita Anggota Tim Muhibah Angklung Selama di Eropa”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *